Street harassment |
Seperti biasa, setiap pagi sembari menunggu mas-mas loper koran mengantar koran, saya selalu sempatkan buka handphone. Biasalah generasi milenial, apa-apa kudu update biar nggak dibilang "Ah, masa nggak tau sih?" atau "Nggak update sih!". Yawes.
Eh, baru ingat saya kalau tanggal 2 Desember ada demo
besar-besaran (lagi) di Monas ya. Pantes isi timeline saya kebanyakan pakai
tagar #SuperDamai212 #TolakPemimpinKafir #PenjagaNKRI dan semacamnya. Tumben
banget nggak diselingi tagar ala abege-abege labil gitu. Tumben! Luar biasa
banget kan aksinya?
Saya sih salut aja sama mereka-mereka yang bela-belain ke
Monas. Kalau saya, lah mending saya di rumah wong nggak ada faedahnya juga buat
saya hehehe mohon maaf lho, saya mah cuma mahasiswa semester lima yang lagi
disibukkan sama deadline paper untuk ujian akhir semester. Jelas dong saya
lebih memilih mengerjakan paper saya ketimbang desak-desakan di Monas?
Sayangnya, di sela-sela cuitan 'aksi damai' ini, ada satu
hal yang menarik perhatian saya. Iya, cuitannya mbak Janit yang isinya curhatan
dia pas disuit-suitin sama mas-mas atau bapak-bapak lagi ikutan aksi damai
gara-gara dia pakai rok pendek.
Ada Aura Putri yang (lebih parahnya) dikatain "Duh,
dadanya enak tuh," pas lagi di stasiun. Padahal yaaaa Aura ini udah pake
celana panjang dan longsleeve T-shirt lho. Hmmm.
Eh bentar, sebelum tulisan ini terlalu jauh, saya mau
menegaskan kalau yang melakukan itu cuma oknum alias beberapa saja. Nggak semua
orang. Tolong, dicatat ya. Nanti pas udah sampai di akhir tulisan,
saya malah dikatain menggeneralisasi lagi. Hadeeeh. Salah lagi.
Karena kepo, saya pun membaca reply-an dari kedua cuitan
tersebut. Lah, makin nggerus lah saya dengan beberapa cuitan seperti:
"Itulah mengapa perempuan harus menutup auratnya mbak..."
"Lha sampean sendiri kan Shinto Gendeng kekinian... Ya wajar lah mbak."
Bahkan ada satu akun yang menurut saya kebangetan karena...
"Ini negara beragama bukan liberal. Jangan pake rok pendek dong."
"Dirimu sendiri yang minta dilecehkan hehehehe" (Asem! Masih pake 'hehehe' segala?! Mbok pikir lucu?)
"Yang jelas pake rok pendek itu pelanggaran HAM karena melanggar kebebasan beragama."
Saya paham sekali bahwa dalam Islam perempuan memang
diwajibkan untuk menutup auratnya, yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak
tangan. Tapi, apakah dengan kejadian seperti perempuan selalu jadi pihak yang
disalahkan?
Terlepas dari apapun agama yang dianutnya (yaelah kenapa sih pada demen bahas agama?), saya rasa perempuan bebas memakai pakaian apa saja yang menurut dia nyaman. Ya terserah dong, tubuhku kan otoritasku, kalau kata Mbak Kartika Jahja.
Terlepas dari apapun agama yang dianutnya (yaelah kenapa sih pada demen bahas agama?), saya rasa perempuan bebas memakai pakaian apa saja yang menurut dia nyaman. Ya terserah dong, tubuhku kan otoritasku, kalau kata Mbak Kartika Jahja.
Saya kira tidak hanya mbak Janit atau mbak Aura saja yang
mengalami pelecehan seperti itu. Bahkan saya sendiri pun pernah mengalaminya. Lagi-lagi persoalannya adalah budaya patriarki yang
menghasilkan relasi timpang antara laki-laki dan perempuan. Belum lagi, adanya
dogma-dogma agama yang (ini menurut saya lho) sering disalahgunakan untuk
merepresi dan memarjinalisasi pihak perempuan.
Sekali lagu, saya nggak menggeneralisasikan kok. Cuma
faktanya, masih banyak oknum-oknum yang masih suka melakukan victim-blaming,
apalagi kalau ada kasus pelecehan seksual seperti ini. Seolah-olah pihak korban
(perempuan) lah yang salah karena 'memancing'.
Memancing apanya? Lhawong yang bajunya tertutup dari atas
sampai bawah pun masih suka disuit-suitin bahkan digoda-godain pakai guyonan
seksis? Terus kami perempuan harus berpakaian seperti apa? Mau pakai baju
astronot?
Saya rasa nggak adil aja jika perempuan harus menutup
rapat-rapat tubuhnya, tapi di sisi lain laki-laki bebas bisa berbuat semaunya
kepada perempuan. Enak aja. Bukankah dalam Islam, perintah menutup aurat bagi perempuan
itu dibarengi dengan perintah menundukkan pandangan bagi kaum laki-laki? Kalau
nggak mau imannya tergoda ya sudah nggak usah dilihat. Simple.
Sekali lagi, saya nggak peduli oknumnya itu siapa, tapi saya
prihatin ketika lagi-lagi pakaian kami yang dijadikan alasan untuk melakukan
pelecehan seksual.
Udah hampir 2017 lho, masih aja ribut mempermasalahkan
pakaian perempuan? Please deh.
Dan teruntuk sista-sista perempuanku, jangan takut buat
berekspresi dan berpendapat. Kapasitas seseorang nggak dinilai dari cara
berpakaiannya kok! Jangan pernah diam jika mendapat perlakuan tidak
menyenangkan karena diam sudah tidak emas lagi.
Post a Comment