Pameran Boneka (Bukan) Hanya Mainan, 17-26 Januari 2017 di Jogja Gallery. |
Perkenalkan namaku Nini Thowong. Kadang-kadang, ada juga yang memanggilku Nini Thowok. Asalku dari Dusun Grudo, Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul.
Namaku sendiri memiliki arti 'menyerupai seorang wanita'. Berasal dari kata nini yang berarti seorang wanita dan thowong, kependekan dari ngenthok-enthok uwong atau menyerupai manusia.
Badanku terbuat dari siwur (tempurung kelapa) dan wuwu (sejenis alat untuk menangkap ikan di air,). Biasanya, sebelum aku dimainkan, orang yang menciptakan aku akan mengambil dan memilih roh-roh baik untuk dimasukkan ke dalam tubuhku. Kalau roh itu sudah "masuk", maka aku bisa bergerak dengan sendirinya. Hiiii, seram ya? Jangan takut dulu! Aku suka membantu manusia kok!
Sebagai bagian dari budaya animisme, dulunya, aku dimainkan untuk menyembuhkan orang sakit. Berdua dengan si pemain, kami pun mencari tanaman obat yang bisa menyembuhkan orang sakit tersebut. Kalau sudah ketemu, barulah aku akan mengangguk-anggukkan kepalaku. Senangnya bisa membantu orang sakit!
Tidak hanya itu saja, aku bahkan bisa mencari pencuri lho! Sama seperti mencari tanaman obat, aku dan si pemain akan berkeliling desa. Nah, kalau pencurinya sudah ketemu, aku pasti akan nutuk (memukul, -red) kepalanya. Gemas rasanya!
Tapi sekarang, aku lebih suka bermain bersama anak-anak kok! Karena fungsi sosialku, namaku pun dicatat oleh Hans Overbeck sebagai salah satu dari 690 permainan anak di Indonesia. Kamu bisa cek namaku di dalam bukunya yang berjudul Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes terbitan tahun 1938.
Pameran Boneka (Bukan) Hanya Mainan, 17-26 Januari 2017 di Jogja Gallery. |
Sayangnya, masih banyak orang suka terkecoh menyebutku Jailangkung. Padahal, fungsi kami sama sekali berbeda! Huhuhu.
Jalilangkung sendiri, ibarat boneka berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan aku, kan, perempuan? Ditambah lagi, aku suka dimainkan dengan iringan gamelan dan gendhing (lagu, -red) Jawa. Kalau Jailangkung kan tidak!
Dulu, aku hanya dimainkan saat mangsa ketiga atau musim kemarau di bawah sinar bulan purnama. Namun sekarang, aku biasa dimainkan pada saat-saat tertentu saja. Misalnya, pada upacara pernikahan.
Memang sih, aku sering disangkut-pautkan dengan unsur magis. Tapi, zaman kan sudah berubah. Sekarang, aku hanyalah bagian dari sebuah pementasan saja. Tujuannya? Tentu saja untuk menghibur.
Aku juga sudah tidak butuh sesajen. Meskipun terkadang, orang-orang akan mengalungkan bunga telon di leherku.
Sama sekali tidak ada unsur magisnya, kan?
Tulisan serupa juga dimuat di laman bulaksumurugm.com (link : http://bulaksumurugm.com/nini-thowong-seni-permainan-magis-jawa/)
Post a Comment