Photo by: me |
Sajadah itu berwarna merah. Meski tidak baru, tetapi rupanya masih bagus. Gambarnya saja terasa 'jadul'. Yang membedakan adalah tekstur kainnya yang lembut sekali, sehingga membuat orang-orang betah berlama-lama berada di atasnya. Dulu, sajadah itu tersimpan rapi di lemariku karena tidak ada yang memakainya. Namun sekarang, sajadah itu sudah menjadi salah satu penghuni kamarku. Ia tidak pernah absen di sana, seolah berharap bahwa akan ada seseorang yang memakainya untuk menghadap kepada-Nya.
Bagi sebagian orang, sajadah itu mungkin hanyalah sajadah biasa. Sebagaimana fungsi sajadah lain yang dipergunakan untuk alas shalat. Atau bahkan jika terpaksa, menjadi alas tidur.
Namun, tidak bagiku. Sajadah itu tetap saja terasa istimewa. Sebab, dengan sajadah itulah, kamu menunaikan kewajibanmu kepada Yang Maha Kuasa. Dan di belakangmu, ada aku, yang mengikuti setiap bacaan dan gerakan shalatmu, yang juga mengamini setiap doa yang kamu panjatkan.
Mungkin benar kata pepatah—atau entah siapapun—bahwa tidak ada yang lebih indah dan membahagiakan, selain kedua insan yang saling mencintai, yang sama-sama berserah diri sebanyak lima kali dalam sehari, dan keduanya pun saling mendoakan di dalam keheningan yang menyejukkan.
Post a Comment