Photo by Derek Torsani on Unsplash |
Ada seorang perempuan. Tak perlu kuperjelas siapa namanya. Sebut saja dia D. Sebab, dia sendiri senang disebut demikian.
Perempuan itu punya satu kebiasaan. Setiap pagi, selepas subuh, ia akan duduk di teras depan rumahnya. Sembari menyeduh segelas teh atau susu hangat, ia dengarkan nyanyian burung cemara. Karena kebiasaan itulah, ia jadi tahu bahwa nyanyian itu berasal dari para pejantan, yang sedang berusaha menarik perhatian dari sang betina. Tapi, ia tak peduli. Baginya, kicauan itu bagaikan penghibur hati yang sedang gundah.
Pada saat inilah, mentari sudah tidak malu-malu lagi untuk menampakkan sinarnya. Saking bahagianya, sinarnya mampu memenuhi sebagian lantai yang ada di teras rumahnya. Kalau sudah begini, perempuan itu segera berpindah posisi agar dapat memeluk sinarnya yang hangat.
Sederhana, tapi itulah yang membuat perempuan itu berbahagia.
Perempuan itu juga suka menikmati pemandangan yang ada di depan teras rumahnya. Padahal pemandangan itu biasa saja, tidak ada yang istimewa. Hanya ada sebuah pohon yang ia sendiri tak tahu namanya, di depan pohon itu ada deretan pagar kayu yang kayunya saja sudah mulai lapuk, termakan oleh waktu. Tapi, entah kenapa perempuan itu tidak pernah bosan. Bahkan seringkali ia lupa diri, sehingga ia malas beranjak untuk memulai kehidupan.
Kadang-kadang ada satu-dua orang yang menegurnya, sesekali turut bergabung dalam basa-basi singkat. Perempuan itu merasa senang, sebab ia mendapat banyak certa dari orang-orang itu. Pun ia juga tidak sungkan untuk membagi ceritanya, meski tidak semua hal ia ceritakan. Ia masih merasa nyaman jika menyimpan cerita itu sendiri.
Salah satu cerita yang disimpannya adalah tentang sebuah mimpi.
Perempuan bermimpi memiliki sebuah rumah. Tak perlu yang besar atau mewah, sebab yang terpenting rumah itu bisa menjadi tempatnya untuk kembali dan merasa pulang.
Dalam mimpinya, perempuan itu juga melihat dirinya sedang duduk berdua dengan kekasihnya di teras depan. Sembari menyeruput segelas teh hangat, seperti kebiasaannya di pagi hari, mereka pun saling memperbincangkan banyak hal. Mulai dari rencana kegiatan selama satu hari hingga apa saja yang bisa mereka lakukan untuk menghabiskan waktu senggang bersama. Berdua saja.
Apabila sore telah tiba, mereka saling melepas lelah. Lagi-lagi di teras depan, mereka pun kembali menyeruput segelas teh hangat sembari bercerita. Tentang kehangatan rumah mereka. Tentang impian yang ingin mereka rajut bersama. Tentang senja. Dan tentang cinta yang tak pernah sirna.
Perempuan itu segera tersadar dari lamunannya. Sudah saatnya berhenti berkhayal, gumamnya. Ia pun segera beranjak dari duduknya, mengambil gelasnya, dan masuk ke dalam rumah. Bersiap untuk memulai kehidupan yang menjemukan.
Post a Comment