Beberapa waktu lalu, tepatnya hari Sabtu (16/12/17), saya berkesempatan untuk mewawancarai Bu Niken Widiastuti dalam acara I-Talk: What We Can Do To Make The World Better yang diselenggarakan oleh KAGAMA FISIPOL UGM.
Rosarita Niken Widiastuti atau yang akrab disapa Niken adalah mantan Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) periode 2010.2015. Ia juga tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi Direktur Utama di lingkungan penyiaran tersebut. Terhitung sejak 14 Maret 2016 lalu, Niken kini tengah menjabat sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Aktif sejak kuliah
Niken merupakan alumnus dari jurusan Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada. Alumnus angkatan 1984 ini dikenal sangat aktif. Berbagai kegiatan ia ikuti, mulai dari drum band, kepanitiaan di acara-acara fakultas, menjadi master of ceremony (MC) di acara-acara kampus hingga menjadi anggota aktif di Badan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM). Selain itu, ia juga sering menyanyi di berbagai acara.
Niken mengawali kariernya sebagai penyiar, penulis naskah, pengarah acara, presenter dan produser di RRI Yogyakarta. Keinginannya menjadi seorang penyiar muncul ketika ia memenangkan lomba karya tulis ilmiah dari FISIPOL UGM. Karena prestasinya yang gemilang, tak mengherankan jika banyak orang pun membicarakannya. Bahkan, ia juga sempat diwawancarai oleh reporter dari media Universitaria RRI Yogyakarta,
Berawal dari wawancara inilah, Niken tertarik untuk menggeluti dunia penyiaran. “Waktu diwawancarai, saya diberitahu sama yang mengundang saya wawancara kalau RRI membuka pendaftaran penyiar. Saya juga membaca informasi lowongan tersebut di papan pengumuman. Saya merasa, kok pas sekali ya, akhirnya saya jadi tertarik untuk mendaftar,” tuturnya.
Menjadi seorang penyiar tentu bukan hal yang mudah. Ada serangkaian tes yang harus ia ikuti. “Tesnya itu tertulis, kemudian ada tes memerankan sebagai penyiar, baik dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa Jawa. Setelah itu, ada tes menulis berita,” jelasnya. Setelah melalui proses seleksi yang cukup ketat, akhirnya Niken diterima menjadi penyiar di RRI.
Di sisi lain, menjadi seorang mahasiswa dengan segudang aktivitas tentu dibutuhkan manajemen waktu yang tepat. Namun bagi Niken, banyaknya aktivitas yang harus ia jalani justru membuatnya semakin pandai untuk mengatur waktu. Ia juga belajar untuk membagi porsi dalam kegiatannya, misalnya ketika ia harus kuliah pagi, maka ia akan siaran pada siang harinya. Banyaknya kegiatan yang harus ia jalani sehari-sehari tak lantas membuatnya jadi pribadi yang kerap mengeluh. “Dengan banyaknya kegiatan, setiap waktu, setiap menit itu justru terasa bermanfaat bagi saya,” ujarnya.
Cinta dunia penyiaran
Sejak kecil, Niken senang mendengarkan radio dan terkagum-kagum dengan pesona para penyiarnya. Ketika sudah menjadi penyiar di RRI Yogyakarta, ia pun menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Bagi Niken, menyapa para pendengar adalah bagian dari dunianya. Selain berbagi informasi, ia bisa sekaligus bersilaturrahmi dengan pendengar setianya.
Kecintaannya pada dunia penyiaran pun bertambah ketika banyak orang mengatakan bahwa RRI tak lagi memiliki pendengar. Ia pun berinisiatif untuk mengadakan audience riset atau penelitian khalayak. Bersama seorang temannya, ia rutin mengadakan riset ini setiap tahun. “Waktu itu saya memang pengen tahu betul, RRI itu didengar orang nggak sih? Kan tidak ada yang bisa jawab. Makanya saya mengadakan penelitian,” ungkapnya.
Meskipun tidak didanai oleh kantor, tetapi tidak menyurutkan niat Niken untuk melakukan penelitian. Untuk menutup biaya cetak kuisioner yang tidak sedikit, ia pun menjalin kerja sama dengan Harian Bernas. Ia juga meminta tolong kepada atasannya untuk proses distribusi kuisioner. Tak pelak, usahanya ini pun mampu membuahkan hasil. Dari sekitar 1000 kuisioner yang disebarkan ke seluruh DIY, 70% responden mengaku masih setia mendengarkan RRI. Hasil kuisioner ini selanjutnya dijadikan sebagai acuan siaran RRI.
Pemimpin perempuan pertama
Selain menggeluti dunia penyiaran, Niken juga dikenal aktif menulis. Tak mengherankan jika ia dipilih untuk mewakili LPP RRI untuk menyusun draf RUU Penyiaran, menjadi ketua tim penyusun PP Nomor 11, 12, dan 13 tentang Lembaga Penyiaran Publik, LPP RRI, dan LPP TVRI pada tahun 2005. Karena sering diundang ke Jakarta, ia pun ditempatkan di Jakarta sebagai Kepala Bidang Penyiaran. Selama dua tahun ia menggeluti profesi tersebut. Setelah itu, ia menjadi pemimpin RRI Cirebon selama satu setengah tahun. Kariernya terus berkembang hingga akhirnya pada tahun 2010 ia terpilih menjadi Direktur Utama LPP RRI.
Diakui Niken, menjadi seorang pemimpin, lebih-lebih pemimpin perempuan pertama di lingkungan RRI adalah sebuah kesempatan berharga. “Awalnya sempat berpikir, kalau melihat profil seluruh dirut RRI itu semuanya laki-laki. Puji Tuhan, tahun 2010 saya terpilih menjadi dirut. Saya sangat berterima kasih karena mendapat kepercayaan memimpin lembaga ini. Ini adalah penghormatan kepada perempuan,” ungkapnya,
Sejak terpilih menjadi Direktur Utama, banyak program kerja yang harus ia selesaikan. Utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan perempuan Indonesia melalui alat penyiaran negara. Oleh sebab itu, tak mengherankan jika program kerjanya banyak menyasar kepada perempuan.
Bukan tanpa alasan mengapa Niken giat memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki peran penting dalam membangun generasi. “Perempuan adalah pendidik pertama dan utama dari seorang anak atau generasi. Oleh karena itu, perempuan harus berpendidikan supaya membangun generasi yang cerdas. Kalau anak-anaknya cerdas, negara jadi punya daya saing yang tinggi sehingga negara pun makmur dan sejahtera,” jelasnya.
Selain fokus pada kesejahteraan perempuan, Niken juga ikut merintis studio produksi di wilayah perbatasan RI. Menggunakan visi RRI sebagai “Sabuk Pengaman Informasi” ia pun menjalin kerja sama dengan TVRI dan Kantor Berita Antara untuk menjaga keutuhan kedaulatan negara. Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk siaran berita di daerah perbatasan, seperti di Entikong (Kalimantan Barat), Tahuna (Kepulauan Sangihe), dan Sebatik (Kalimantan). Selain itu, ia juga turut mendirikan kantor perwakilan RRI di berbagai negara, misalnya di Hongkong untuk menjalin komunikasi dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Giat perangi konten negatif
Kerja keras perempuan kelahiran Yogyakarta, 30 Oktober 1960 ini membuahkan hasil. Kecintaannya pada dunia penyiaran dan informasi pun menuntunnya meraih prestasi yang lebih tinggi. Hingga pada 14 Maret 2016 lalu, Niken mendapat kepercayaan menjadi Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. Ia telah berhasil melalui proses seleksi yang cukup ketat sebelum dilantik oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara.
Saat ini, Niken mengaku tengah giat mengajak pengguna media sosial untuk menjauhi konten negatif atau hoax. Menurutnya, kementerian dan pemerintah harus siap memberikan klarifikasi jika terjadi simpang siur informasi. "Banyak hal yang berkaitan dengan pemerintah kurang ditanggapi, sehingga informasi yang beredar di masyarakat jadi tidak terkontrol," tuturnya. Ia berharap agar media publik bisa semakin meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, sehingga kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi maupun menyampaikan aspirasi dapat terpenuhi.
Post a Comment