Wajah baru Malioboro. |
Nah, salah satu destinasi wisata yang paling sering dikunjungi adalah Jogja. Sebetulnya sih, Jogja atau Kota Yogyakarta itu hanyalah sebagian kecil dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun karena sudah kadung mendunia, seluruh wilayah DIY kini lebih akrab dikenal dengan sebutan Jogja saja.
Jogja memang tidak pernah kehilangan pesona. Selain banyaknya objek wisata hits yang lalu lalang di linimasa Instagram, kesenian dan budayanya yang beragam dan unik, Jogja juga terkenal dengan sejumlah kuliner khas yang bakal memanjakan lidahmu.
Tapi, masalahnya, gimana ya kalo ternyata kita cuma punya waktu sehari aja di Jogja? Sempet nggak sih mengunjungi beberapa lokasi wisata hits sekaligus kulineran?
Eits, nggak usah khawatir! Kamu tetap bisa bersenang-senang kok!
Berikut ini adalah rekomendasi perjalanan bagi kamu yang kebetulan cuma bisa menikmati Jogja dalam satu hari. Tentunya, saya berikan pula tips wisata asyik di Jogja supaya liburanmu makin seru dan menyenangkan.
Menilik Sejarah dan Menyusuri Jalanan Malioboro
"Belum ke Jogja kalo belum ke Malioboro"
Hayoo siapa yang pernah mendengar kalimat di atas? Saya yakin, pasti pembaca pernah mendengarnya. Apalagi bila kamu termasuk orang yang gemar travelling.
Salah satu destinasi wisata yang wajib kamu kunjungi ketika berada di Jogja adalah Malioboro. Yang harus kamu pahami adalah Malioboro itu nama jalan (dan pusat perbelanjaan) ya, bukan nama kawasan atau daerah. Ngomong-ngomong, kok bisa ya jalan ini dinamakan Malioboro?
Salah satu jalan paling ramai di Jogja. |
Pada abad ke-18, Jalan Malioboro masih berupa jalan tanah tanpa nama. Jalan ini digunakan sebagai penghubung antara Keraton Yogyakarta dengan Tugu Golog Gilig (sekarang tugu tersebut lebih dikenal dengan nama Tugu Pal Putih) yang membentuk garis imajiner lurus dengan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo. Dulu, jalan ini masih sangat sepi, kanan kirinya saja masih berupa tanah dan sebagian besar merupakan perkampungan. Namun sejak dibangun rel kereta api dan Stasiun Tugu (Stasiun Yogyakarta), kawasan ini menjadi ramai. Banyak orang asing singgah ke sana, terutama orang-orang China yang hendak mendirikan bisnis pertokoan.
Baca juga: Rekomendasi 5 Bakso Terenak di Jogja yang Wajib Kamu Coba
Baca juga: Rekomendasi 5 Bakso Terenak di Jogja yang Wajib Kamu Coba
Lalu, pada tahun 1912, Inggris di bawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles bermaksud hendak menyerang Kesultanan Yogyakarta. Untuk membakar semangat prajuritnya, Raffles pun menempatkan Duke of Malborough sebagai pimpinan pasukan. Pemilihan Duke of Malborough ini tentu saja beralasan. Ia dikenal sebagai panglima perang Kerajaan Inggris yang berhasil mengalahkan Spanyol dan Prancis dalam peperangan.
Untuk mencapai keraton, pasukan Malborough mesti melewati jalan tanpa nama tersebut. Lama-kelamaan, jalanan itu dikenal sebagai Jalan Malbourogh, yang oleh orang Jawa diucapkan Malioboro sebab mereka kesulitan mengucapkan kata berbahasa Inggris dan Belanda.
Pengunjung berjalan-jalan di area pedestrian Malioboro. |
Eits, itu baru cerita versi pertamanya ya! Ada lagi nih cerita versi kedua dari sejarawan P.B.R Carey. Ia menyebutkan bahwa kata Malioboro berasal dari kata berbahasa Sanskerta "Malyabhara" yang berarti karangan bunga. Hal ini sesuai dengan kebiasaan keraton yang menjadikan jalan tersebut sebagai jalur utama upacara atau perayaan.
Entah versi mana yang paling tepat, yang jelas Malioboro wajib jadi destinasi tujuan wisata kamu jika sedang berkunjung ke Jogja!
Nah, sebetulnya untuk menjelajahi Malioboro, kamu hanya perlu waktu satu hari aja kok! Bahkan sangat mungkin kamu juga bisa mlipir ke area Keraton dan Alun-Alun Selatan. Toh, lokasinya juga saling berdekatan.
Pertama-tama, kamu bisa menyusuri jalanan Malioboro dari utara ke selatan. Sepanjang jalan, kamu bisa melihat para pedagang yang menjajakan souvenir khas Jogja. Ada gelang, kalung, tas, kaos, batik, pernak-pernik, cincin akik, sandal bahkan barang-barang bekas dan antik yang biasa dikenal dengan sebutan klitikan.
Jangan khawatir soal harga. Kalo kamu pintar menawar, kamu bisa dapetin berbagai macam barang dengan harga super miring! Mungkin karena saking banyaknya pedagang yang menggelar lapak di kanan-kiri jalan, bisa jadi kamu justru bingung memilih barang apa saja yang hendak kamu beli.
Pedagang menjajakan kerajinan kulit di emperan Malioboro. |
Aneka pernak-pernik khas keraton. |
Transaksi jual beli yang setiap hari terjadi di sepanjang Malioboro. |
Asyiknya lagi, di Malioboro kamu bisa menemui aneka street food yang patut kamu cicipi. Misalnya, sate ayam. Di sana banyak sekali penjual sate ayam keliling dan sebagian besar adalah ibu-ibu atau mbak-mbak. Umumnya, mereka "mangkal" di sekitar Pasar Beringharjo dan Benteng Vredeburg.
Source: unclesronok |
Tapiiii, ada satu sate legendaris nih yang wajib banget kamu coba, yaitu sate kere. Kok namanya sate kere sih?
Iya, jadi dulu itu sate dianggap sebagai hidangan mewah yang hanya bisa disantap oleh kalangan atas. Yaaa namanya juga orang ya, pasti juga ada rasa kepengen termasuk masyarakat biasa. Karena nggak mampu beli daging, akhirnya mereka pun menjadikan jeroan sapi sebagai bahan utama sate. Sate yang telah dibakar hingga matang ini pun disajikan di atas pincukan daun pisang. Bumbunya? Kalo saya rasain sih lebih banyak rasa kecap dan lada. Nggak tau juga kalo ditambah bumbu rahasianya hehe.
Salah satu penjual sate yang paling terkenal itu bernama Mbah Dibyo. Biasanya Mbah berjualan di dekat pintu timur Pasar Beringharjo. Varian satenya juga banyak. Mulai dari tempe gembus, jeroan, daging bahkan gajih atau lemah. Kalo saya sih lebih suka beli yang gajih karena guriiiih bangeeeet! Cuma ya jangan banyak-banyak ah, nggak baik buat kesehatan.
Aneka pilihan sate kere via @katanya_diet |
Sate kere hits di Pasar Beringharjo via @jogjabikinlaper |
Sebelum jalan terlalu jauh ke selatan, ada baiknya kamu mampir jajan dulu nih ke gerobak Lumpia Samijaya yang terletak di sebelah Hotel Mutiara. Entah kenapa tiap saya ke sini selaluuu ajaaa rame! Wajar sih, soalnya lumpianya enak banget! Ukurannya lumayan besar dan isiannya nggak pelit. Cocok banget deh dimakan selagi hangat sambil dicocol ke bumbu campuran bawang putih dan bengkoang. Endeusss~
Menikmati lumpia Samijaya bersama teman. |
Puas jajan, saatnya jalan-jalan lagi! Mumpung belum terlalu sore, kamu bisa mampir ke Museum Benteng Vredeburg. Harga tiket masuknya hanya Rp 5ribu aja kok. Di dalam museum, kamu bisa melihat diorama yang menceritakan sejarah perjuangan para pahlawan. Kalo udah bosen liat-liat diorama, kamu bisa banget lho mampir ke Indische Koffie untuk sekadar ngopi sambil menikmati senja.
Tampak depan Indische Koffie. |
Menjelang malam, kamu bisa menuju kawasan Titik Nol untuk duduk-duduk, bersantai menikmati keramaian jalanan yang sesekali diiringi dengan suara khas musisi jalanan. Ceileeeh epik banget kaya lagunya Kla Project! Dijamin, kamu bakal betah berlama-lama di sana karena suasananya romantis banget. Apalagi kalo di sampingmu ada di doi. Cieeeee~
Di Titik Nol, kenangan-kenangan akan romansa Jogja bermula. |
Sebelum beranjak pulang, jangan lupa beli oleh-oleh di Pasar Beringharjo ya! Nggak perlu takut kemaleman karena sekarang Pasar Beringharjo buka sampai pukul 21.00 kok. Tapi akan lebih baik kalo kamu berkunjung sekitar pukul 19.00. Selain nggak terburu-buru karena diburu waktu, kamu jadi lebih leluasa memilih batik yang akan kamu beli. Pilihannya juga banyak banget!
Salah satu pusat perbelanjaan favorit wisatawan. |
Banyak yang bilang kalo menawar dagangan di sana dengan bahasa Jawa bakal dapet harga yang lebih murah. Mungkin bisa benar, bisa juga enggak. Soalnya waktu itu saya ngobrol pake bahasa Jawa pun harganya sama aja tuh. Ya nggak mahal, tapi juga nggak murah-murah amat.
Berburu Foto Vintage di Rumah Sultan
Duh, rasanya kok ada yang kurang kalo liburan nggak foto-foto. Tenaaang, kamu juga bisa lho berburu foto vintage dan kekinian di Jogja. Lokasinya juga saling berdekatan. Cukup banget dilakukan dalam sehari, terutama buat kamu yang kebetulan cuma punya libur satu hari.
Pertama, mulailah dulu dari Keraton Yogyakarta. Sebagai ikon budaya, Keraton Yogyakarta Hadiningrat memang menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi. Dengan tiket seharga Rp 5ribu saja, kamu udah bisa melihat sekilas tentang kehidupan di keraton. Asyiknya lagi, di sana ada banyaaak sekali spot dan objek foto vintage yang bisa kamu abadikan dengan kameramu.
Nuansa di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. |
Warisan budaya yang harus dilestrikan. |
Rumah di dalam keraton. |
Kalo kamu ingin menikmati suasana keraton yang tidak begitu ramai, jangan berkunjung pada bulan Mei sampai Juli ya. Soalnya pada bulan tersebut, banyak anak sekolahan yang menghabiskan waktu liburannya di sana. Entah bersama keluarganya atau mengikuti trip yang diadakan oleh sekolah.
Di beberapa tempat, kamu bisa menemui benda-benda antik dan kuno yang menjadi bagian dari sejarah keraton. Ada juga koleksi batik yang pernah dilukis oleh para istri sultan, beberapa diantaranya dipengaruhi oleh kebudayaan Jepang dan Belanda.
Menariknya, di keraton kamu juga bisa menikmati berbagai pertunjukkan tradisional, seperti pertunjukkan gamelan yang diadakan setiap hari Senin dan Selasa, wayang golek pada hari Rabu, dan tari-tarian tradisional di hari Kamis dan Minggu. Jangan lupakan juga pertunjukkan macapat yang diadakan setiap hari Jumat dan kesenian wayang kulit pada hari Sabtu. Oiya, semua pertunjukkan ini biasanya dimulai pukul 11.00 dan kamu juga nggak perlu bayar retribusi lagi. Asyiiiik!
Museum Kereta Kencana dari tampak depan. |
Selagi masih di area keraton, sempatkan juga mampir ke Museum Kereta Kencana ya. Letaknya ada di Jl. Rotowijayan atau di sebelah barat Keraton Yogyakarta. Sayang, museum ini nggak begitu populer di kalangan wisatawan padahal koleksinya bagus-bagus lho! Salah satu koleksinya yang paling terkenal adalah kereta Kanjeng Nyai Jimad. Kereta ini termasuk kereta yang paling tua, dibuat pada tahun 1750 di Belanda, dan digunakan pada masa HB I sampai HB III.
Kereta Kanjeng Nyai Jimad. |
Selain Nyai Jimad, ada juga kereta Mondro Juwolo yang pernah dipakai oleh Pangeran Diponegoro. Dari total 23 kereta koleksi museum, 18 di antaranya masih digunakan untuk kepentingan upacara-upacara kebesaran keraton. Misalnya, kereta Garuda Yeksa yang digunakan saat penobatan Sri Sultan HB VI sampai dengan Sri Sultan HB IX. Lalu, ada kereta Rata Pralaya yang dulunya pernah membawa jenazah Sri Sultan HB IX ke Makam Imogiri.
Uniknya lagi, setiap bulan Suro pada penanggalan Jawa, museum ini akan mengadakan ritual jamasan, yaitu prosesi pembersihan kereta milik keraton yang dilakukan oleh para Abdi Dalem. Katanya nih, air bekas cucian kereta ini bisa membawa berkah lho! Percaya atau nggak percaya, yang jelas ritual jamasan ini menjadi salah satu acara budaya yang wajib kamu tonton. Cuma setahun sekali!
Prosesi jamasan yang dilakukan setiap awal bulan Suro. |
Eits, jangan capek dulu! Masih ada satu tempat lagi yang wajib kamu kunjungi, yaitu Taman Sari. Lokasinya nggak begitu jauh dari keraton, kurang-lebih berada di selatan Plaza Pasar Ngasem. Di sana kamu bisa menemui bebeapa bangunan artistik dan tentunya Instagramable. Lumayan lah yaaa buat stok foto vintage hehe.
Sesungguhnya, Taman Sari adalah situs bekas taman yang juga pernah digunakan sebagai pemandian putri keraton, membentang dari sebelah tenggara Magangan sampai barat daya Kedhaton. Tempat ini dibangun pada masa Sultan HB I pada tahun 1758-1765/9. Konon, arsiteknya adalah seorang Portugis yang dikenal dengan nama Demang Tegis.
Baca juga: Menjajal Mie Ayam Mekaton Sang Pelopor Miyago di Jogja
Sayangnya, kondisinya sekarang hanyalah sisa-sisa bangunan yang terletak di kompleks Kedhaton saja, sementara bagian lainnya sudah rusak bahkan menjadi pemukiman penduduk, sehingga tidak bisa direnovasi lagi.
Nah, berikut ini adalah spot-spot unik yang bisa jadi latar foto Instagram kamu. Baiknya sih kalo ke sini menjelang sore aja. Selain nggak terlalu panas, orang-orang yang berlalu lalang juga nggak terlalu ramai. Tapi, tergantung lho ya. Kalo pas musim liburan anak sekolah ya tetep aja ramai.
Sesungguhnya, Taman Sari adalah situs bekas taman yang juga pernah digunakan sebagai pemandian putri keraton, membentang dari sebelah tenggara Magangan sampai barat daya Kedhaton. Tempat ini dibangun pada masa Sultan HB I pada tahun 1758-1765/9. Konon, arsiteknya adalah seorang Portugis yang dikenal dengan nama Demang Tegis.
Baca juga: Menjajal Mie Ayam Mekaton Sang Pelopor Miyago di Jogja
Sayangnya, kondisinya sekarang hanyalah sisa-sisa bangunan yang terletak di kompleks Kedhaton saja, sementara bagian lainnya sudah rusak bahkan menjadi pemukiman penduduk, sehingga tidak bisa direnovasi lagi.
Nah, berikut ini adalah spot-spot unik yang bisa jadi latar foto Instagram kamu. Baiknya sih kalo ke sini menjelang sore aja. Selain nggak terlalu panas, orang-orang yang berlalu lalang juga nggak terlalu ramai. Tapi, tergantung lho ya. Kalo pas musim liburan anak sekolah ya tetep aja ramai.
Umbul Pasiraman, tempat permaisuri, para selir, dan puteri Sultan membersihkan diri. |
Puing Masjid Sumur Gumuling. |
Mumpung masih di sekitaran Taman Sari, sekalian aja deh mampir ke Warung Handayani. Kalo dari luar mungkin warungnya terlihat biasa aja, tapi di sini punya menu brongkos yang udah legendaris. Bahkan beberapa artis ibukota menyempatkan mampir ke sini ketika sedang singgah di Jogja.
Oiya, brongkos merupakan salah satu makanan khas Jogja. Asal mula kata brongkos sebetulnya berasal dari frasa Brown Horst yang berarti daging cokelat. Lagi-lagi, karena pengucapannya cukup sulit buat lidah orang Jawa, makanya frasa tersebut diucapkan menjadi brongkos.
Dulunya, makanan ini hanya bisa dinikmati oleh orang-orang ningrat saja mengingat bahan bakunya adalah daging sapi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, menu ini juga bisa kok dinikmati oleh khalayak umum. FYI, katanya sih, brongkos juga merupakan salah satu makanan favorit Sultan HB X lho!
Sekilas, tampilannya memang mirip rawon ya. Bedanya, brongkos itu menggunakan santan. Isiannya juga banyak, ada kulit melinjo, kacang tholo/merah, tahu, dan potongan daging sapi. Yang membuat brongkos di Warung Handayani istimewa itu adalah resepnya yang ternyata telah dipertahankan sejak tahun 1975. Wah, pantes aja udah cita rasanya khas!
Tapi bedanya, di sana kamu nggak bakal menemui kulit melinjo dalam piring brongkosmu. Soalnya, menurut yang jual nih, banyak pelanggan yang request buat menghilangkan kulit melinjonya. Takut kena asam urat!
Puas berburu foto vintage, perut pun sudah kenyang, hayuuuk mari kita pulang.
Oiya, brongkos merupakan salah satu makanan khas Jogja. Asal mula kata brongkos sebetulnya berasal dari frasa Brown Horst yang berarti daging cokelat. Lagi-lagi, karena pengucapannya cukup sulit buat lidah orang Jawa, makanya frasa tersebut diucapkan menjadi brongkos.
Dulunya, makanan ini hanya bisa dinikmati oleh orang-orang ningrat saja mengingat bahan bakunya adalah daging sapi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, menu ini juga bisa kok dinikmati oleh khalayak umum. FYI, katanya sih, brongkos juga merupakan salah satu makanan favorit Sultan HB X lho!
Sekilas, tampilannya memang mirip rawon ya. Bedanya, brongkos itu menggunakan santan. Isiannya juga banyak, ada kulit melinjo, kacang tholo/merah, tahu, dan potongan daging sapi. Yang membuat brongkos di Warung Handayani istimewa itu adalah resepnya yang ternyata telah dipertahankan sejak tahun 1975. Wah, pantes aja udah cita rasanya khas!
Tapi bedanya, di sana kamu nggak bakal menemui kulit melinjo dalam piring brongkosmu. Soalnya, menurut yang jual nih, banyak pelanggan yang request buat menghilangkan kulit melinjonya. Takut kena asam urat!
Brongkos lengkap dengan lauk ayam goreng. |
Sebetulnya, berlibur ke Jogja tidak pernah cukup hanya dalam satu hari saja. Sebab, masih banyaaak sekali destinasi wisata menarik yang bisa kamu datangi. Ditambah lagi sajian kulinernya yang beragam dan nikmat, membuat kamu jadi males balik.
Tapi toh, meskipun kamu hanya memiliki satu hari libur saja, kamu juga bisa kok menikmati keindahan Jogja seharian. Asalkan lokasinya saling berdekatan ya supaya menghemat waktu.
Post a Comment